Minggu, 02 Desember 2012

Respon Terhadap Perkuliahan Bersama Ibu Saras Dewi dan Deskripsi Dari Keimanan Saya Kepada Tuhan



            Pada kuliah umum Humanistic Studies lalu, saya belajar mengenai hal-hal unik dan menarik bersama Ibu Saras Dewi mengenai filsafat dan agama serta bagaimana kedua hal tersebut berkaitan satu sama lainnya. Dari perkuliahan tersebut saya menangkap bahwa agama dan filsafat adalah dua hal yang berbeda namun sering disangkut pautkan. Agama atau religion berasal dari kata religionem dari bahasa Latin yang berarti suatu kepaTuhan atau ketundukan. Berarti agama lebih kepada hal-hal mengenai kepaTuhan dan ketundukan manusia terhadap sesuatu. Sedangkan filsafat yang berarti kecintaan terhadap kebijaksaan dimana lebih menekankan kepada kebebasan manusia untuk berfikir kritis dan bertanya. Ibu Saras Dewi juga menjelaskan tentang filsuf-filsuf terdahulu yang dikenal akan pemikiran-pemikirannya dalam dunia filsafat yang berkaitan dengan agama. Hasil pemikiran para filsuf tersebut justru memicu pertentangan dari para aktifis agama pada masa itu. Misalnnya pada abad pertengahan, Boethious, filsuf Romawi yang dihukum mati dikarenakan pemikiran filsafatnnya. Ia dianggap pengkhianat agama dan diasingkan ketempat pengasingan hingga akhirnya dihukum mati.
            Setelah saya mendengarkan dan memahami apa itu filsafat dan filsuf-filsuf yang ada di dinia ini, timbul pertanyaan yakni, mungkinkan seseorang menjadi seorang filsuf dikarenakan keengganannya dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan agama beserta ritual-ritual yang ada di dalamnya. Mereka para filsuf adalah orang-orang yang selalu berfikir kritis dan akhirnya bertanya tanya mengenai alam semesta, manusia, bahkan tentang keberadaan Tuhan. Apakah semua pemikirannya itu benar-benar berasal dari kekritisan dia dalam berfikir atau dari kemalasan yang pada akhirnnya ia ingin mencari pembenaran dengan terus mempertanyakan segalanya. Saya mendapat jawaban dari Ibu Saras bahwa memang kemungkinan seperti itu ada terutama dijaman sekarang. Namun ia pun menambahkan bahwa filsuf-filsuf terdahulu salah satunya Ibnu Arabi, adalah filsuf yang sangat taat menjalankan perintah agama.
            dari apa yang saya dapat dari perkuliahan bersama Ibu Saras tersebut, tersimpulkan bahwa tidak mudah bagi manusia untuk tunduk dan patuh begitu saja dengan ketentuan-ketentuan agama yang dipeluknya. Mempercayai keberadaan Tuhan pun belum tentu manusia mau melaksanakan perintahNya. Maka dari itu, cara manusia mengimani dan beribadah kepada Tuhanpun akan berbeda. Saya, percaya akan adanya Tuhan. Apa yang ada di alam semesta ini beserta yang terjadi di dalamnya, pastilah ada penciptanya, atau jika ini terjadi begitu saja, pasti ada yang mengkehendakinya untuk terjadi. Saya yakin dan percaya bahwa yang menciptakan dan menghendaki semua ini ada dan menghendaki semua ini terjadi adalah Tuhan. Serta yakin bahwa saya diciptakan untuk beribadah kepadaNya. Saya terlahir dari keluarga muslim. Hal tetsebut membuat saya mempercayai keberadaan Tuhan serta menyembahnya sebagaimana yang ditanamkan kedua orangtua sayakepada saya. Mengimani keberadaan Tuhan saya wujudkan dengan cara menjalankan perintah agama yang saya yakini sebagai perintah Tuhan. Saya senantiasa melaksanakan amalan-amalan wajib seperti Sholat, membayar zakat, berpuasa serta menjadikan Tuhan sebagai tempat berlindung, mengadu dan meminta.
            Selain amalan-amalan yang bersifat jasmani seperti yang telah saya ungkapkan tadi, saya pun mewujudkan keimanan saya terhadap keberadaan Tuhan secara rohani. saya meyakini bahwa segala hal yang telah terjadi dan yang akan terjadi semata-mata adalah kehendak Tuhan. Saya juga meyakini bahwa tuham dapat mendengar setiap doa yangdipanjatkan seluruh hambaNya serta dapat melihat apapun yang hambaNya lalukan.
            Saya meyakini bahwa Tuhan itu berada di atas. Bukan berarti di atas bumi, dan bukan juga di atas langit, tapi di atas segalanya. Itu berarti saya memposisikan Tuhan berada di atas apapun selainNya, karena bagi saya Tuhan itu maha tinggi dan tidak ada satu hal pun yang setara denganNya. Itulah sebabnya saya tidak setuju jika seseorang berkata bahwa Tuhan itu ada di mana-mana. Yang saya pahami dari “ada di mana-mana” adalah bisa di mana saja, bisa di jalan, di rumah, di kampus, bahkan di got, yaitu tempat-tempat spesifik yang bisa saja adalah tempat yang tidak pantas untuk memposisikan Tuhan. Maka saya lebih memilih mengatakan bahwa Tuhan itu berada di atas, yaitu di atas ArshNya. Dengan berada di atas (segalanya), saya meyakini bahwa Tuhan dapat mengetahui secara terperinci apa yang tengah terjadi di setiap bagian alam semesta termasuk segala yang dilakukan hamba-hambannya. Tentu saya memiliki banyak pertanyaan untuk semua itu, namun tidak ingin saya pertanyakan. Saya menyakini itu semua tanpa mengharuskan segalanya harus seiring dengan logika dan pemikiran saya. Itu semua dikarenakan saya  percaya bahwa logika manusia diciptakan terbatas oleh tuhan, yakni tidak dapat mencapai keagungan dan segala kemaha-annya Tuhan.

-Mamal-

Sabtu, 13 Oktober 2012

Identity : The Meaning of My Name


Identity : The Meaning of My Name
            Human is human, the living creature with a lot of uniqueness that lives in society. However, there is something in human that becomes differentiator of a man to another. It is called identity. Every human being has the identity, name, address, age, ethnic, etc. From those, the identity that is often used and commonly important is name. Name is simply used to call someone for example. If we know the person that we going to call, we will call his or her name rather that we call them by using their adress, id number, etc.
            Sometimes a name is not only given as one of  identity for someone, but also as prayer of parents. Parents often put the name of their child with a set of hopes contained in a name. For example a girl names Nur or Nura, in arabic it means light. So the parents hope that their daughter will be a woman who brightens life. However, there are many of existing names that do not have meaning.
            My name, Rizki Amalia Witri, is contained hopes and prayers. Rizki Amalia Witri is taken from arabic words and my father’s last name. Rizki means rejeki or sustenance, and Amalia is from amalan means the deeds or practice. So, Rizki Amalia is the practiced sustenance, well, ya approximately it is. Then Witri was taken from my father’s last name, Witarsa, and Putri (a daughter of). So, witarsa Putri means the daughter of Witarsa. Yet, before my parents expected or hoped something from me, I am obviously the sustenance for them.
            Now, this name has been in me for 20 years. Well, yes Rizki sounds like a boy’s name but I feel comfort to bear it. I hope my parents’ hopes and expectation of me can be fulfilled and I can make them proud of me. If I had a chance to change my name, I would have to say that i do not want to change it, but if I had to, I would make it Lutfiana Witri almost the same with my sister’s name Yusiana Witri. I do not know the meaning of it,  but it sounds good. :D

            

Selasa, 09 Oktober 2012

My Expectation of Humanistic Studies Course & The Reflection of “what do you think about ‘The other’?”



My Expectation
          I was always wondering about what Humanistic Studies (HS) course would be like. When I asked my seniors about this course, they told me like “that is a very unique course. You have to have a strong faith joining that”. That statement made me more curious about this course. Then finally we (me and this course) meet in this third semester. They are right; this course is very unique and interesting. I am going to learn about human, society, and else that related to that. I expect that I can follow the whole thing in this course and prevent not to be left behind. Also I hope that I will always have faith in learning so many things that I never learn before, for example the different culture, different language and even the different religion. I hope those will not make me lose my identity but make me to be multicultural.
My response toward “The Other”
          The first meeting of Humanistic Studies course was really impressive. We (the lecture, my class mates and I) discussed about what multicultural is and the character of person who is multicultural. Talking about multiculturalism we absolutely will find about the differences of human religion, background ethnic, language, skin tone, etc.
          Being multiculturalism is about having a tolerant toward “the other” people who have a different religion, different background ethnic, different language, and the other differences. What I think about “the other” is a really complex thought. I do give respect to those who have any difference with me and I do not treat them negatively because of it. I regard the difference as a natural, and one of the uniqueness of life. Even though the discomfort comes when (for example) I am in a situation that at that time there are only strangers around me with a different look or a different way of speaking, even skin tone. That is actually the time when my multiculturality is tested.
          In fact the differences often cause cleavage or split-up. It because each individual or one side feels better than others. The split-up can be from the small thing and simple until the big thing and complex. For example, the feud between friends due to differences of opinion, the nature and habits of life until inter-state wars because of religious differences. Again, this is where people tested how to live at peace with distinction.
          In my daily life, I admit that I prefer to get along with friends who are more alike with me (in appearance, taste, hobby, and attitude) than those who are totally different. That is because the comfort that I feel when I am hanging out and goofing with those who have hobby, taste of food and outfit, and sense of humor almost the same with me. That does not mean that I do not give respect to friends who come from different city, or friends who have different religion. I do not demand them to follow what I am or to be the same with me, but as long as they are fun, and give respect to me, I will always be good and nice to them. The only thing that can bother me is those who cannot give respect me and cannot accept who I am.

-Mamal-
         


Kamis, 17 Mei 2012

Mengajar Bukan Berarti Menghajar

Rizki Amalia Witri |
FUNGSI guru kini bukan lagi untuk digugu dan ditiru melainkan untuk ditakuti. Para guru ringan tangan itulah yang berhasil menciptakan citra tersebut, dimana tangan dan penunjuk papan tulis bukan lagi alat untuk mengajar, melainkan untuk menghajar. Seperti banyak kasus penganiayaan yang dilakukan para guru terhadap muridnya yang masih sering hingga saat ini. Seperti yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah, Jumat, 24 Februari lalu, seorang guru diduga menendang dan memukul siswanya di kantin, dikarenakan siswa tersebut tidak mengikuti pelajaran tambahan. Kejadian itu menimpa Adam Bisno, murid kelas 9 di SMP Negeri 2 Baturraden Banyumas.
Alasannya guru menghukum dengan menyakiti murin secara fisik adalah agar memberi efek jera terhadap murid-murid yang melanggar tatatertib. Namun sangat disayangkan, hukuman fisik yang diberikan tidak hanya meninggalkan bekas luka ditubuh namun juga meninggalkan efek buruk secara psikologis. Pukulan, cambukan atau cubitan yang diberikan guru memicu anak untuk memberontak dan berbohong. Mengapa berbohong? Ya, si anak akan berbohong karena untuk menghindari hukuman berat yang akan menimpanya apabila diketahui telah melanggar peraturan. Selain itu, memberikan pukulan hingga meninggalkan bekas luka akan mengakibatkan si murid dendam terhadap gurunya. Sudah tentu secara psikologis itu adalah sebuah penyimpangan.
Sebuah studi berjudul Issue of Child Development yang dilakukan oleh Victoria Talwar dan Kang Lee pada bulan November 2011 lalu menjelaskan bahwa anak-anak usia 3-4 tahun yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan hukuman akan membuat mereka lebih sering berbohong. Studi ini disusun berdasarkan penelitian yang melibatkan murid sekolah di Afrika Barat, negara yang memiliki sejarah dimana para murid mengalami kekerasan dan hukuman fisik. Penelitian ini memilih sampel dari sekolah swasta yang masih menerapkan hukuman fisik, dan sekolah swasta lain yang tidak menggunakan hukuman fisik. Hasilnya, di sekolah swasta yang menerapkan sistem hukuman fisik, sekitar 90 % anak berbohong dan mengatakan bahwa mereka tidak melihat mainan tersebut. Sedangkan di sekolah yang tidak menggunakan hukuman fisik ini, hanya setengah dari mereka yang berbohong.
Memang benar apabila anak dianggap berperilaku buruk dan tidak mengindahkan larangan guru, hukuman pantas diberikan sebagai bagian dari pendidikan anak. Memberikan sangsi anak agar menjadi jera terhadap perilaku buruk mereka merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan para guru. Tetapi hukuman tidak harus bersifat fisik atau kekerasan seperti pukulan, cubitan, cambukan atau hal lain yang malah membuat anak bertindak lebih kasar dan berbohong untuk menghindari hukuman. Hukuman dapat kita berikan melalui penguatan negatif yang kita berikan. Teori bihaviorisme Skinner menyatakan bahwa di dalam pembelajaran terdapat pengkondisian operan. Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Teori tersebut juga menyatakan bahwa pembelajaran pada anak terdapat 2 unsur penting yaitu hukuman dan penguatan. Hukuman fisiklah yang sangat dihindari Skinner dalam metodenya. Sebagai pengganti untuk mengatasi siswa-siswa yaitu dengan penguatan, baik positif maupun negatif.
Penguatan positif betujuan meningkatkan sisi baik yang siswa berikan. Misalnya siswa tepat waktu atau dengan baik telah mengumpulkan tugas, maka bentuk-bentuk penguatan positif yang diberikan diantaranya berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Dengan begitu siswa akan terangsang untuk melakukannya lagi. Namun apabila siswa melanggar peraturan, bertindak nakal atau tidak mengerjakan tugas, para guru dapat memberikan penguatan negatif. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Dengan memberikan respon yang tidak menyenangkan tersebut akan menyadarkan siswa untuk tidak melakukan kenakalan atau pelanggaran lagi.
Kita para guru ingin menciptakan generasi pembangun yang jujur bukan generasi pemberontak dan pembohong. Maka cara kita menghakimi mereka pun haruslah benar-benar membuat mereka sadar akan kesalahan mereka dan ingin memperbaikinya. Sangatlah tidak tidak pantas  kalau perlakuan yang kita berikan hanyalah akan menyimpan dendam di dalam diri mereka dan mencetak mereka menjadi pemberontak sejati.
*Mahasiswa Sampoerna School of Education

Diambil dari :
SuaraJakarta.com

Senin, 16 Januari 2012

Good Teacher : Good Planner (Lesson Plan)

GO SUPER TEACHER
          
Being a teacher is noble profession which is very expected to be able to teach, educate, plan, and inform the other.
Lesson Plan is one of teacher's tool to accompany in learning & teaching.
Here you go, my first Lesson Plan Making as a first step to be a good educator in the future... hehe amiin.

check this link below :

Lesson Plan of Junior High School English



Rizki Amalia Witri
2011120026
English department
ICT  Section D Mid Test Assingnment – Lesson Plan
Daily Lesson Plan of Senior High School English
Title
Recount Writing &
 Re-Telling Story
Source of material
English textbook for 1st grade of Senior High School & Internet
Grade of students
First grade of Senior High School
Number of students
40
Class period
2 days a week. 2 x 40 minutes a day
Teaching focus
Topik I
1.    Introduce and tell recount text on the textbook
2.    Tell about the tenses that’s used in recount text (simple past tense & past progressive)
Situation of Students

·         This is their second semester of learning English in Senior High School. They have to know the general structure and the function of Recount text.
·         This is the practice for their final exam so students have to know what kind of tenses must be used in recount text (simple past tense & past progressive).
·         They are brave enough to show up their skill. To drill their speking skill students have to perform ther own experience in front of the class.
Topik II
1.    Students performance
2.    Reparation gammar error.
Class period
2 days a week.
2 x 40 minutes a day
Objectives
·         Students learn about recount text
·         Students learn how to work in group
·         Students can identify the sucture of te text
·         Students can use the appropriate grammar for recount text.
·         Students can perform their holiday story in front of the class
Teaching aids
Power Point/Prezi presentation, textbook, worksheets, whiteboard, quiz question list, teacher’s record.





Teaching Procedures
Topik 1 : Recount Text Writing
Steps
Descriptions
Teaching time
Assessment
Teaching aids
Warm-up
Game :
·         Teacher asks students to get up from seat then gives them the game instuction.
·         Students sing a short song while throwing a bouncing ball to other student until the song stops.
·         Student who hold the ball when the song stops has to tell the other what she/he did yesterday.
10 minutes
1.      The teacher listens to the students sentence
2.      The teacher walks around the classroom to observe whether the students use the correct tenses.
One short song
Presentation I
·        Teacher avaluate their game activity.
·        Teacher presents the recount text Power Point (stucture, function & tenses)
20 minutes
While presenting teacher asks student questions
· Projector & PPt/Prezi presentation
· Textbook
Student Activity I
·        Teacher asks students to gather in group of 8
·        Teacher distributes the paper contains the example of recount text. Different title for each group.
·        Students work in group to analyze the text. Determine the structure, mention the sentences which use simple past tense & past progressive.
20 minutes
The teacher walks around the classroom to ensure all student work and discuss well.
group worksheet
Student Activity II
·         Present their work in front of class.
·         Student gives corretion to each other’s work.
20 minutes
Teacher gives score to each presentation depend on their quality of work
Whiteboard
Wrap Up
·         Teacher evaluate today’s activity and ask the student reflection.
·         Teacher orders students to write their own holiday experience, send it to teacher’s email. In the next meeting (2 days later) students have to perform in front of class.
10  minutes
Teacher listens carefully students reflection and appreciate that

Teaching Procedures
Topik 2 : Re-Telling Story (Holiday Experience)
Steps
Descriptions
Teaching time
Assessment
Teaching aids
Warm-up
·         Teacher reviews the previous meeting by giving the a short quiz
·         Students compete to get a chance to answer.
10 minutes
Teacher records students who can answer and gives a score.
Quiz question list
Student Activity
·         Stutents collect their sory text.
·         Students start to peform their story without text
·         Student is called randomly
·         Students pay attention and give respect to each others performance
60 minutes
· Teacher gives assessment according the performance (pronounciation, grammar, readiness).
·   Give a little comment to every performance.
Teacher’s assessment record
Wrap Up
·         Teacher fix the grammar error of students peformance
·         Teacher evaluates todays activity and ask students reflection.
·         Teachers asks atudents to prepare for the next meeting
10 minutes
Teacher listens carefully students reflection and appreciate that
Whiteboard

Let me know your opinion guys!!!




pic resources: 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRxYbho5mk8A62506m4tJUW1_tRu7TJ-x7XEQzJbaIvpvaXPZJ_PDILvlIb7hS6rcSbr4s98tgfTVWhTd0NrJLtkkIdENLHMm9yHE1ceFJ97lUseZ9utpgOOhq9UFZDrMgKW73nGHhpGA/s400/6+Super+Teacher.jpg