Pada kuliah umum Humanistic Studies lalu, saya belajar
mengenai hal-hal unik dan menarik bersama Ibu Saras Dewi mengenai filsafat dan
agama serta bagaimana kedua hal tersebut berkaitan satu sama lainnya. Dari
perkuliahan tersebut saya menangkap bahwa agama dan filsafat adalah dua hal
yang berbeda namun sering disangkut pautkan. Agama atau religion berasal dari kata religionem
dari bahasa Latin yang berarti suatu kepaTuhan atau ketundukan. Berarti agama
lebih kepada hal-hal mengenai kepaTuhan dan ketundukan manusia terhadap
sesuatu. Sedangkan filsafat yang berarti kecintaan terhadap kebijaksaan dimana
lebih menekankan kepada kebebasan manusia untuk berfikir kritis dan bertanya.
Ibu Saras Dewi juga menjelaskan tentang filsuf-filsuf terdahulu yang dikenal
akan pemikiran-pemikirannya dalam dunia filsafat yang berkaitan dengan agama.
Hasil pemikiran para filsuf tersebut justru memicu pertentangan dari para
aktifis agama pada masa itu. Misalnnya pada abad pertengahan, Boethious, filsuf
Romawi yang dihukum mati dikarenakan pemikiran filsafatnnya. Ia dianggap
pengkhianat agama dan diasingkan ketempat pengasingan hingga akhirnya dihukum
mati.
Setelah saya mendengarkan dan memahami apa itu filsafat
dan filsuf-filsuf yang ada di dinia ini, timbul pertanyaan yakni, mungkinkan
seseorang menjadi seorang filsuf dikarenakan keengganannya dalam melaksanakan
ketentuan-ketentuan agama beserta ritual-ritual yang ada di dalamnya. Mereka
para filsuf adalah orang-orang yang selalu berfikir kritis dan akhirnya
bertanya tanya mengenai alam semesta, manusia, bahkan tentang keberadaan Tuhan.
Apakah semua pemikirannya itu benar-benar berasal dari kekritisan dia dalam
berfikir atau dari kemalasan yang pada akhirnnya ia ingin mencari pembenaran
dengan terus mempertanyakan segalanya. Saya mendapat jawaban dari Ibu Saras
bahwa memang kemungkinan seperti itu ada terutama dijaman sekarang. Namun ia
pun menambahkan bahwa filsuf-filsuf terdahulu salah satunya Ibnu Arabi, adalah
filsuf yang sangat taat menjalankan perintah agama.
dari apa yang saya dapat dari perkuliahan bersama Ibu
Saras tersebut, tersimpulkan bahwa tidak mudah bagi manusia untuk tunduk dan
patuh begitu saja dengan ketentuan-ketentuan agama yang dipeluknya. Mempercayai
keberadaan Tuhan pun belum tentu manusia mau melaksanakan perintahNya. Maka
dari itu, cara manusia mengimani dan beribadah kepada Tuhanpun akan berbeda.
Saya, percaya akan adanya Tuhan. Apa yang ada di
alam semesta ini beserta yang terjadi di dalamnya, pastilah ada penciptanya,
atau jika ini terjadi begitu saja, pasti ada yang mengkehendakinya untuk
terjadi. Saya yakin dan percaya bahwa yang menciptakan dan menghendaki semua
ini ada dan menghendaki semua ini terjadi adalah Tuhan. Serta yakin bahwa saya
diciptakan untuk beribadah kepadaNya. Saya terlahir dari keluarga muslim. Hal
tetsebut membuat saya mempercayai keberadaan Tuhan serta menyembahnya
sebagaimana yang ditanamkan kedua orangtua sayakepada saya. Mengimani
keberadaan Tuhan saya wujudkan dengan cara menjalankan perintah agama yang saya
yakini sebagai perintah Tuhan. Saya senantiasa melaksanakan amalan-amalan wajib
seperti Sholat, membayar zakat, berpuasa serta menjadikan Tuhan sebagai tempat
berlindung, mengadu dan meminta.
Selain amalan-amalan yang bersifat
jasmani seperti yang telah saya ungkapkan tadi, saya pun mewujudkan keimanan
saya terhadap keberadaan Tuhan secara rohani. saya meyakini bahwa segala hal
yang telah terjadi dan yang akan terjadi semata-mata adalah kehendak Tuhan.
Saya juga meyakini bahwa tuham dapat mendengar setiap doa yangdipanjatkan
seluruh hambaNya serta dapat melihat apapun yang hambaNya lalukan.
Saya meyakini bahwa Tuhan itu berada
di atas. Bukan berarti di atas bumi, dan bukan juga di atas langit, tapi di
atas segalanya. Itu berarti saya memposisikan Tuhan berada di atas apapun
selainNya, karena bagi saya Tuhan itu maha tinggi dan tidak ada satu hal pun
yang setara denganNya. Itulah sebabnya saya tidak setuju jika seseorang berkata
bahwa Tuhan itu ada di mana-mana. Yang saya pahami dari “ada di mana-mana”
adalah bisa di mana saja, bisa di jalan, di rumah, di kampus, bahkan di got,
yaitu tempat-tempat spesifik yang bisa saja adalah tempat yang tidak pantas
untuk memposisikan Tuhan. Maka saya lebih memilih mengatakan bahwa Tuhan itu
berada di atas, yaitu di atas ArshNya. Dengan berada di atas (segalanya), saya
meyakini bahwa Tuhan dapat mengetahui secara terperinci apa yang tengah terjadi
di setiap bagian alam semesta termasuk segala yang dilakukan hamba-hambannya.
Tentu saya memiliki banyak pertanyaan untuk semua itu, namun tidak ingin saya
pertanyakan. Saya menyakini itu semua tanpa mengharuskan segalanya harus
seiring dengan logika dan pemikiran saya. Itu semua dikarenakan saya percaya bahwa logika manusia diciptakan
terbatas oleh tuhan, yakni tidak dapat mencapai keagungan dan segala
kemaha-annya Tuhan.
-Mamal-